Pak Me-Yong adalah satu-satunya orang di kampung itu yang tidak disukai orang, tetapi sekaligus juga ditakuti. Soalnya Pak Me-Yong kabarnya memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Yaitu bisa melihat orang halus atau sejenis hantu. Bahkan Pak Me-Yong sendiri sering mengaku punya kenalan hantu cukup banyak. Tentu saja orang-orang kampung semakin takut kepadanya.
Yang membuat Pak Me-Yong tidak disukai orang karena dia sering minta sumbangan makanan dari pada penduduk dengan alasan permintaan dari orang halus. Jenis makanan yang diminta bermacam-macam, seperti misalnya soto babat, bakso urat, mie pangsit, kwetiaw, sate kambing, ayam goreng, daging rendang, udang bumbu pedas, kepiting rebus, cap-cay, dll. Pokoknya makanan yang serba enak.
Tentu saja para penduduk yang dimintai sumbangan makanan sering menggerutu, soalnya mereka sendiri untuk makan sehari-hari sering berhemat dengan makanan sederhana.
"Saya jengkel sama Pak Me-Yong" kata Pak Uyut, salah seorang penduduk kepada Pak Ko'i tetangganya "masa Pak Me-Yong minta sumbangan ayam panggang sama sop buntut? Padahal saya sekeluarga setiap hari cuma makan nasi sama kangkung."
"Apa lagi saya" sahut Pak Ko'i "saya sakit hati sama Pak Me-Yong, soalnya dia minta sumbangan semur daging sama ikan gurame goreng, terus masih ditambah kue tart, katanya buat cuci mulut orang halus, padahal saya sendiri cuma makan singkong setengah matang!"
Mendadak Pak Uyut dan Pak Ko'i terdiam karena tiba-tiba Pak Me-Yong lewat di dekat mereka.
"Lagi ngomongin saya, ya?" Pak Me-Yong menghentikan langkahnya.
"Enggak, kok!" Pak Uyut dan Pak Ko'i menjawab hampir serentak.
"Terserah..." sahut Pak Me-Yong "pokoknya asal tahu saja, bahwa setiap orang yang ngomongin saya, kalau malam pasti didatangi putih-putih!"
"Putih-putih apa??!" Pak Uyut dan Pak Ko'i kaget.
"Orang halus yang warnanya serba putih" Pak Me-Yong tersenyum "mukanya putih, rambutnya putih, kaki dan tangannya putih, perutnya putih, pusarnya putih, lidahnya putih. Pokoknya semua putih kecuali giginya saja yang warnanya kuning!"
"Hiiiii... jangan, ah!" Pak Uyut dan Pak Ko'i langsung merinding dan saling berpelukan karena takut "ampuuuuun... kami janji nggak akan ngomongin kamu lagi!"
"Makanya lain kali jangan ngomongin saya" Pak Me-Yong berkata sambil meninggalkan tempat itu dengan tenang. Tentu saja makin hari Pak Me-Yong makin berani berbuat semaunya.
Tapi pada suatu hari Pak RT memberanikan diri mendatangi rumah Pak Me-Yong dan berkata terus terang "Pak Me-Yong, lama-lama saya curiga sama kamu."
"Curiga soal apa?" Pak Me-Yong tampak santai.
"Curiga soal ucapanmu" kata Pak RT "jangan-jangan kamu selama ini hanya membohongi penduduk kampung ini seolah-olah kamu bisa melihat orang halus, padahal sebenarnya kamu tidak melihat apa-apa."
"Oo... jadi Pak RT nggak percaya kalau saya bisa melihat orang halus?" Pak Me-Yong tersenyum "tuh, di punggungnya Pak RT ada orang halus!"
"Di punggung saya?!!" Pak RT kaget sekali sambil berputar-putar menoleh kebelakang dan meraba-raba punggungnya "manaaaa??!!"
"Itu di punggung Pak RT, masa gak terasa?" Pak Me-Yong tertawa "ituuu... lagi nongkrong minta digendong, bentuknya seperti nenek-nenek kurus, giginya cuma ada dua tapi runcing-runcing, pipinya jerawatan dan ada buntutnya. Masa nggak terasa??!"
"Hiiiy... mana sih?! Serem banget!" Pak RT ketakutan dan masih berputar-putar sambil meraba-raba punggungnya "manaaaaa??!!!"
"Tuh, masih ada!" Pak Me-Yong menunjuk kearah punggungnya Pak RT "sekarang malah nambah dua lagi bergelantungan di leher!"
"Aduuuh... jangan, dong! Jangaaaann!!!" Pak RT menepis-nepis lehernya dengan tangannya "toloooong!! Tolong usir mereka!!"
"Mau diusir? Baik!" Pak Me-Yong tersenyum lalu mengibas-ngibaskan tangannya seperti ayam "Huss! Huss! Pergi sana! Jangan menggangu Pak RT! Hayo, pergiiii!"
Pak RT masih berputar-putar dan menepis-nepis lehernya.
"Sudah, mereka sudah saya usir. Tenang saja!" kata Pak Me-Yong.
"Sungguh? Mereka sudah pergi betulan?" Pak RT terengah-engah.
"Jangan takut, Pak RT. Sebetulnya di punggung dan di lehernya Pak RT tidak ada apa-apanya" tiba-tiba seseorang muncul. Ternyata dia adalah Pak Badar, seorang pendatang baru, yang merupakan satu-satunya penduduk yang tidak mau memberikan sumbangan makanan kepada Pak Me-Yong.
"Pak Badar, kamu jangan ikut campur!" Pak Me-Yong marah, lalu menunjuk diatas kepalanya Pak Badar "tuh lihat, di atas kepalamu ada lima ekor hantu. Hijau, kuning, kelabu, merah muda dan biru. Meletus hantu hijau, dor!"
"Bohong, di atas kepalaku nggak ada apa-apanya" Pak Badar tersenyum "malah di kedua ketiakmu saya lihat ada gerombolan tuyul lagi main ayun-ayunan" Pak Badar menunjuk ke arah ketiaknya Pak Me-Yong "ketiak sebelah kiri ada 12 ekor dan di ketiak sebelah kanan ada 24 ekor. Hiii... serem!!"
Entah kenapa Pak Me-Yong tiba-tiba ketakutan, soalnya dia memang merasakan di kedua ketiaknya seperti ada yang menggelitik. Rasanya geli-geli campur gatal.
"Hiiii... toloooong!!" Pak Me-Yong lari masuk ke dalam rumah lalu membuka baju memeriksa kedua ketiaknya. Ternyata pada masing-masing ketiaknya ada dua ekor kecoa sedang main petak umpet. Pak Me-Yong marah sekali karena merasa dipermalukan oleh Pak Badar. Tapi sejak itu Pak Me-Yong tidak berani lagi minta sumbangan makanan kepada para tetangganya, karena kebohongannya sudah terbongkar. ***
Kumpulan cerita menarik yang diambil dari majalah AMI, bisa dijadikan dongeng sebelum tidur, cerita santai, dll
Wednesday, June 15, 2011
Thursday, January 27, 2011
Ilmu Menghilang
Pak O-Yen adalah orang yang pemalas. Ketika orang-orang pada pagi hari berangkat bekerja, dia malah masih tidur dan baru bangun setelah hari sudah siang. Setelah bangun tidur dia tidak langsung mandi atau gosok gigi, tapi langsung sarapan dan sesudah itu duduk-duduk santai di depan rumahnya sampai matanya mengantuk lalu tidur lagi.
Untungnya Pak O-Yen hidup sendirian dan memiliki rumah warisan dari orang tuanya dan sedikit uang tabungan hasil penjualan tanah. Itulah yang dipergunakannya untuk menyambung hidup sehari-hari. Tapi tentu saja tabungannya semakin lama semakin berkurang, karena dia tidak punya penghasilan.
"Pak O-Yen, kenapa sih anda tidak mau bekerja seperti orang-orang lain?" suatu hari Pak O-Gan tetangganya, bertanya "kan setiap orang perlu bekerja?"
"Untuk apa bekerja? kan saya punya tabungan" Pak O-Yen tersenyum.
"Tapi tabunganmu lama-lama kan bisa habis?"
"Ooo...itu gampang di pikirkan nanti" sahut Pak O-Yen santai "lagi pula di Alkitab kan tertulis bahwa burung-burung yang tidak bekerja tetap dipelihara oleh Tuhan, apalagi manusia seperti saya.
"Mendengar itu Pak O-Gan segera pergi meninggalkan Pak O-Yen, karena memang tidak ada gunanya banyak bicara dengan orang yang pemalas.
Tapi sebenarnya Pak O-Yen sendiri sedang berpikir, apa jadinya kalau sampai uang tabungannya habis sedangkan dia sendiri enggan bekerja. Pada saat itulah tanpa sengaja Pak O-Yen menemukan sebuah buku tipis yang kumal di dekat tempat sampah. Buku itu berjudul "Cara Supaya Bisa Menghilang"
"Wah, buku ini bagus untuk dipelajari" kata Pak O-Yen dalam hati "kalau aku bisa menghilang, maka aku tidak perlu lagi repot-repot bekerja mencari uang atau makanan. Aku tinggal mengambil saja uang di Bank atau mengambil makanan di restoran tanpa terlihat oleh orang lain."
Pak O-Yen bergegas pulang lalu mempelajari isi buku itu di rumahnya. Di dalam buku itu tertulis bahwa supaya manusia bisa menghilang, persyaratannya ternyata cukup sulit.
Pertama-tama harus berpuasa tiga hari tiga malam tidak makan nasi, kecuali makan lontong atau ketupat. Selanjutnya harus mandi air kembang yang dicampur 5 sendok trasi dan 2 ember air lumpur. Kemudian dia harus berjalan mundur mengelilingi kamar sebanyak 20 kali putaran sambil mengucapkan mantra. Sesudah itu duduk bersemedi selama satu hari sambil mengeluarkan lidah dan berkedap kedip seperti orang kelilipan, lalu berjongkok sambil melompat-lompat seperti kodok selama 2 jam.
Pak O-Yen melakukan itu semua dengan tekun. Sampai akhirnya dia mengambil secarik kain hitam yang sudah diasapi dengan asap kemenyan. Menurut petunjuk yang tertulis dalam buku itu, jika kain hitam itu dikenakan sebagai ikat kepala, maka dia bisa menghilang.
Kini Pak O-Yen merasa puas. Maka mulailah dia mempraktekkan ilmunya. Setelah mulutnya komat-kamit membaca mantra, Pak O-Yen mulai mengikatkan secarik kain hitam itu di kepalanya. Setelah itu dia melangkah keluar dari pintu rumahnya. Kebetulan di depan pintu itu ada seekor kucing sedang duduk.
Pak O-Yen sengaja menakut-nakuti kucing itu dengan gerakan mengusir. Tapi ternyata kucing itu diam saja seolah-olah tidak melihat Pak O-Yen.
Tentu saja Pak O-Yen girang sekali "Asyiik, ternyata kucing ini tidak bisa melihat aku. Berarti aku bisa menghilang." Padahal sebenarnya kucing itu sedang sakit, sehingga diam saja meskipun Pak O-Yen memperlihatkan sikap mengusir.
Pak O-Yen lalu berjalan keluar sambil bersiul-siul. Tiba di lapangan, Pak O-Yen melihat ada seorang nenek sedang duduk di bangku taman. Pak O-Yen segera mendekati nenek itu lalu berjoget di depannya. Nenek itu diam saja. Bahkan ketika Pak O-Yen sengaja mencolek ujung hidungnya, nenek itu masih tetap diam. Pak O-Yen tidak tahu bahwa sebenarnya nenek itu sudah pikun.
"Wah, berarti aku benar-benar sudah bisa menghilang." Pak O-Yen berkata dalam hati "sekarang aku akan masuk restoran dan akan makan minum sepuasnya tanpa membayar."
Dengan tenang Pak O-Yen menyebrang jalan lalu menuju restoran mahal yang menyediakan hidangan prasmanan. Pak O-Yen melihat para pengunjung restoran itu mengambil piring sendiri dan mengambil makanan apa saja sesuai dengan selera mereka, lalu menikmati makanan itu di meja lalu membayar.
"Mereka makn dan membayar, tapi aku tidak perlu membayar" Pak O-Yen tersenyum "pokoknya aku mau makan sepuasnya lalu mengambil uang di meja kasir dan sesudah itu membungkus makanan buat oleh-oleh."
Dengan pe-de Pak O-Yen ikut-ikutan mengambil piring dan mulai memilih makanan-makanan kesukaannya lengkap dengan minuman segar, lalu menuju meja dan menikmati hidangan itu dengan tenang. Setelah makan kenyang, Pak O-Yen mengusap-ngusap perutnya lalu melangkah pergi.
"Eh, Mas! Bayar dulu!" tiba-tiba seorang pelayan menarik bajunya "Enak saja habis makan langsung mau kabur, memangnya ini restoran Mbah-mu!?"
"Lho, kamu bisa melihat saya?" Pak O-Yen kaget.
"Ya jelas melihat" pelayan itu melotot "ayo, cepat bayar"
"Bayar?" Pak O-Yen bingung.
"Iya dong!" pelayan itu marah "kamu kan tadi makan nasi putih 2 piring, ayam goreng 5 potong, daging rendang 4 potong, udang goreng 2 piring, bebek panggang 1 ekor, mie pangsit 2 mangkok, sate ayam 15 tusuk dan minum jus apel 2 gelas. Total harganya satu juta dua ratu ribu rupiah!"
"Dia tadi nambah telor dadar 4 biji" kata pelayan yang lainnya "berarti harganya tambah dua ratus ribu. Soalnya harga telor di sini lima puluh ribu sebutir!"
"Lima puluh ribu sebutir? mahal banget" Pak O-Yen kaget "di warung sebelah rumah saya, harga telor cuma tujuh ratus rupiah sebutir!"
Tapi kedua pelayan itu tidak peduli. Karena Pak O-Yen hanya punya uang seribu lima ratus rupiah, maka Pak O-Yen dibawa ke kantor polisi. Pak O-Yen yang pemalas itu harus menanggung akibat perbuatannya. Dia mengira burung yang tidak bekerja dipelihara oleh Tuhan, padahal burung itupun harus terbang meninggalkan sarangnya untuk mencari makan. Berarti burungpun harus bekerja untuk memperoleh makanannya.***
Untungnya Pak O-Yen hidup sendirian dan memiliki rumah warisan dari orang tuanya dan sedikit uang tabungan hasil penjualan tanah. Itulah yang dipergunakannya untuk menyambung hidup sehari-hari. Tapi tentu saja tabungannya semakin lama semakin berkurang, karena dia tidak punya penghasilan.
"Pak O-Yen, kenapa sih anda tidak mau bekerja seperti orang-orang lain?" suatu hari Pak O-Gan tetangganya, bertanya "kan setiap orang perlu bekerja?"
"Untuk apa bekerja? kan saya punya tabungan" Pak O-Yen tersenyum.
"Tapi tabunganmu lama-lama kan bisa habis?"
"Ooo...itu gampang di pikirkan nanti" sahut Pak O-Yen santai "lagi pula di Alkitab kan tertulis bahwa burung-burung yang tidak bekerja tetap dipelihara oleh Tuhan, apalagi manusia seperti saya.
"Mendengar itu Pak O-Gan segera pergi meninggalkan Pak O-Yen, karena memang tidak ada gunanya banyak bicara dengan orang yang pemalas.
Tapi sebenarnya Pak O-Yen sendiri sedang berpikir, apa jadinya kalau sampai uang tabungannya habis sedangkan dia sendiri enggan bekerja. Pada saat itulah tanpa sengaja Pak O-Yen menemukan sebuah buku tipis yang kumal di dekat tempat sampah. Buku itu berjudul "Cara Supaya Bisa Menghilang"
"Wah, buku ini bagus untuk dipelajari" kata Pak O-Yen dalam hati "kalau aku bisa menghilang, maka aku tidak perlu lagi repot-repot bekerja mencari uang atau makanan. Aku tinggal mengambil saja uang di Bank atau mengambil makanan di restoran tanpa terlihat oleh orang lain."
Pak O-Yen bergegas pulang lalu mempelajari isi buku itu di rumahnya. Di dalam buku itu tertulis bahwa supaya manusia bisa menghilang, persyaratannya ternyata cukup sulit.
Pertama-tama harus berpuasa tiga hari tiga malam tidak makan nasi, kecuali makan lontong atau ketupat. Selanjutnya harus mandi air kembang yang dicampur 5 sendok trasi dan 2 ember air lumpur. Kemudian dia harus berjalan mundur mengelilingi kamar sebanyak 20 kali putaran sambil mengucapkan mantra. Sesudah itu duduk bersemedi selama satu hari sambil mengeluarkan lidah dan berkedap kedip seperti orang kelilipan, lalu berjongkok sambil melompat-lompat seperti kodok selama 2 jam.
Pak O-Yen melakukan itu semua dengan tekun. Sampai akhirnya dia mengambil secarik kain hitam yang sudah diasapi dengan asap kemenyan. Menurut petunjuk yang tertulis dalam buku itu, jika kain hitam itu dikenakan sebagai ikat kepala, maka dia bisa menghilang.
Kini Pak O-Yen merasa puas. Maka mulailah dia mempraktekkan ilmunya. Setelah mulutnya komat-kamit membaca mantra, Pak O-Yen mulai mengikatkan secarik kain hitam itu di kepalanya. Setelah itu dia melangkah keluar dari pintu rumahnya. Kebetulan di depan pintu itu ada seekor kucing sedang duduk.
Pak O-Yen sengaja menakut-nakuti kucing itu dengan gerakan mengusir. Tapi ternyata kucing itu diam saja seolah-olah tidak melihat Pak O-Yen.
Tentu saja Pak O-Yen girang sekali "Asyiik, ternyata kucing ini tidak bisa melihat aku. Berarti aku bisa menghilang." Padahal sebenarnya kucing itu sedang sakit, sehingga diam saja meskipun Pak O-Yen memperlihatkan sikap mengusir.
Pak O-Yen lalu berjalan keluar sambil bersiul-siul. Tiba di lapangan, Pak O-Yen melihat ada seorang nenek sedang duduk di bangku taman. Pak O-Yen segera mendekati nenek itu lalu berjoget di depannya. Nenek itu diam saja. Bahkan ketika Pak O-Yen sengaja mencolek ujung hidungnya, nenek itu masih tetap diam. Pak O-Yen tidak tahu bahwa sebenarnya nenek itu sudah pikun.
"Wah, berarti aku benar-benar sudah bisa menghilang." Pak O-Yen berkata dalam hati "sekarang aku akan masuk restoran dan akan makan minum sepuasnya tanpa membayar."
Dengan tenang Pak O-Yen menyebrang jalan lalu menuju restoran mahal yang menyediakan hidangan prasmanan. Pak O-Yen melihat para pengunjung restoran itu mengambil piring sendiri dan mengambil makanan apa saja sesuai dengan selera mereka, lalu menikmati makanan itu di meja lalu membayar.
"Mereka makn dan membayar, tapi aku tidak perlu membayar" Pak O-Yen tersenyum "pokoknya aku mau makan sepuasnya lalu mengambil uang di meja kasir dan sesudah itu membungkus makanan buat oleh-oleh."
Dengan pe-de Pak O-Yen ikut-ikutan mengambil piring dan mulai memilih makanan-makanan kesukaannya lengkap dengan minuman segar, lalu menuju meja dan menikmati hidangan itu dengan tenang. Setelah makan kenyang, Pak O-Yen mengusap-ngusap perutnya lalu melangkah pergi.
"Eh, Mas! Bayar dulu!" tiba-tiba seorang pelayan menarik bajunya "Enak saja habis makan langsung mau kabur, memangnya ini restoran Mbah-mu!?"
"Lho, kamu bisa melihat saya?" Pak O-Yen kaget.
"Ya jelas melihat" pelayan itu melotot "ayo, cepat bayar"
"Bayar?" Pak O-Yen bingung.
"Iya dong!" pelayan itu marah "kamu kan tadi makan nasi putih 2 piring, ayam goreng 5 potong, daging rendang 4 potong, udang goreng 2 piring, bebek panggang 1 ekor, mie pangsit 2 mangkok, sate ayam 15 tusuk dan minum jus apel 2 gelas. Total harganya satu juta dua ratu ribu rupiah!"
"Dia tadi nambah telor dadar 4 biji" kata pelayan yang lainnya "berarti harganya tambah dua ratus ribu. Soalnya harga telor di sini lima puluh ribu sebutir!"
"Lima puluh ribu sebutir? mahal banget" Pak O-Yen kaget "di warung sebelah rumah saya, harga telor cuma tujuh ratus rupiah sebutir!"
Tapi kedua pelayan itu tidak peduli. Karena Pak O-Yen hanya punya uang seribu lima ratus rupiah, maka Pak O-Yen dibawa ke kantor polisi. Pak O-Yen yang pemalas itu harus menanggung akibat perbuatannya. Dia mengira burung yang tidak bekerja dipelihara oleh Tuhan, padahal burung itupun harus terbang meninggalkan sarangnya untuk mencari makan. Berarti burungpun harus bekerja untuk memperoleh makanannya.***
Kasih Itu Indah
Rasanya tidak ada seorang rajapun yang sebaik Raja Hatsi. Beliau oleh orang tuanya diberi nama Hatsi karena konon kabarnya ketika masih kecil, beliau sering sakit pilek dan suka bersin: Haaaatssiiii!!!
Raja Hatsi dicintai seluruh rakyatnya karena beliau memerintah dengan penuh kasih sayang dan sangat sabar. Hampir tidak pernah terjadi kejahatan atau pelanggaran di dalam negerinya karena semua rakyatnya taat dan tertib terhadap semua peraturan.
Tidak ada copet di terminal-terminal bis atau di pasar-pasar dan tidak ada calo di stasiun-stasiun kereta api. Para penjaga keamanan setiap hari selalu tampak santai duduk-duduk sambil bermain catur atau mengisi buku TTS karena tidak ada maling dan gangguan keamanan lainnya, sedangkan para polisi lalu lintas sering tampak duduk-duduk sambil bermain gitar di dekat lampu merah, karena tidak pernah ada pelanggaran lalu lintas. Pokoknya seluruh lapisan masyarakat merasakan suasana damai dan tenteram.
"Kalau begini terus, aku lama-lama jadi bosan" salah seorang penduduk mengeluh "masak negara kita ini tidak pernah ada kejutan?"
"Kalau kamu mau membuat kejutan, mudah saja" sahut temannya "kamu berguling-gulingan di tengah perempatan jalan itu, pasti kamu ditangkap polisi!"
Orang itu menuruti kata-kata temannya. Dia menuju ke jalan raya yang padat lalu lintas lalu dia berguling-gulingan di perempatan jalan sehingga seluruh kendaraan jadi macet.
"Hai, kamu ini sengaja mengacaukan lalu lintas, ya?!!" seorang polisi berkumis melintang dan berwajah garang mendekatinya.
"Iya, Pak. Saya memang sengaja membuat gara-gara" sahut orang itu. "Lain kali jangan berbuat begitu lagi ya, sayang?" polisi berkata dengan lemah lembut sambil membelai-belai rambut orang itu "kalau kamu nakal, nanti dicubit Ibu Guru."
Orang itu tertunduk lalu pergi sambil menangis tersedu-sedu karena ternyata tidak ditangkap.
Suatu hari seorang laki-laki ditangkap karena mencuri kambing. Maka si pencuri itu dihadapkan ke pengadilan.
"Kenapa kamu mencuri kambing?" hakim bertanya.
"Karena kambing itu jenggotnya mirip jenggot Kakek saya, Pak" sahut si pencuri "karena kebetulan saya nggak punya fotonya Kakek, maka saya mencuri kambing itu. Nggak apa-apa kan, Pak?"
"Ooo... nggak apa-apa, Pak" si pemilik kambing tertawa "malah lain kali kalau dia mencuri sapi saya karena Oom-nya mirip sapi, saya rela!"
Akhirnya sidang pengadilan itu selesai dengan damai.
Begitulah keadaan masyarakat di bawah pemerintahan Raja Hatsi. Semua persoalan dapat diselesaikan secara baik tanpa ada dendam atau sakit hati.
Suatu hari terdengar kabar bahwa pasukan musuh dari kerajaan lain hendak menyerang. Mendengar berita itu Raja Hatsi segera memerintahkan semua tentara dan rakyatnya bersiap-siap.
"Kalian semua harus bersiap-siap menyambut kedatangan musuh!" kata Raja.
"Maksud Tuanku kami harus berperang?" tanya Kepala Pasukan.
"Bukan!" sahut Raja Hatsi "kalian harus bersiap-siap menyediakan hidangan. Mereka kan datang dari jauh dan pasti perutnya lapar? Kasihan dong!"
Seluruh rakyat dan seisi istana sibuk. Mereka menyiapkan hidangan dan minuman lezat untuk menyambut musuh. Bahkan di halaman istana disediakan panggung untuk orkes dang-dut lengkap dengan hiasan yang meriah. Persis di depan pintu gerbang istana dipasang tulisan besar yang berbunyi : Selamat Datang Para Musuh Yang Budiman.
Ketika pasukan musuh datang dengan raja mereka, mereka terkejut karena mendapat sambutan yang ramah dari Raja Hatsi serta seluruh pasukannya dan juga seluruh rakyatnya. Bahkan mereka langsung dipersilahkan istirahat, makan minum dan menikmati hiburan orkes dang-dut.
"Silahkan kalian menikmati hidangan dan hiburan sepuasnya" kata Raja Hatsi "sebenarnya kalian kemari ada perlu apa?"
"Ah, enggak. Kami cuma main-main saja, kok!" sahut raja dari pasukan musuh itu sambil malu-malu "kami boleh sekalian numpang mandi nggak?"
"Oo... boleh saja" Raja Hatsi tertawa "mau sekalian ikut arisan di istana juga boleh!"
Peperangan besar antara dua negara yang seharusnya terjadi, berubah menjadi pesta penuh sukacita dalam ikatan persaudaraan karena sikap permusuhan dibalas dengan kebajikan dan kebencian dibalas dengan kasih.***
Raja Hatsi dicintai seluruh rakyatnya karena beliau memerintah dengan penuh kasih sayang dan sangat sabar. Hampir tidak pernah terjadi kejahatan atau pelanggaran di dalam negerinya karena semua rakyatnya taat dan tertib terhadap semua peraturan.
Tidak ada copet di terminal-terminal bis atau di pasar-pasar dan tidak ada calo di stasiun-stasiun kereta api. Para penjaga keamanan setiap hari selalu tampak santai duduk-duduk sambil bermain catur atau mengisi buku TTS karena tidak ada maling dan gangguan keamanan lainnya, sedangkan para polisi lalu lintas sering tampak duduk-duduk sambil bermain gitar di dekat lampu merah, karena tidak pernah ada pelanggaran lalu lintas. Pokoknya seluruh lapisan masyarakat merasakan suasana damai dan tenteram.
"Kalau begini terus, aku lama-lama jadi bosan" salah seorang penduduk mengeluh "masak negara kita ini tidak pernah ada kejutan?"
"Kalau kamu mau membuat kejutan, mudah saja" sahut temannya "kamu berguling-gulingan di tengah perempatan jalan itu, pasti kamu ditangkap polisi!"
Orang itu menuruti kata-kata temannya. Dia menuju ke jalan raya yang padat lalu lintas lalu dia berguling-gulingan di perempatan jalan sehingga seluruh kendaraan jadi macet.
"Hai, kamu ini sengaja mengacaukan lalu lintas, ya?!!" seorang polisi berkumis melintang dan berwajah garang mendekatinya.
"Iya, Pak. Saya memang sengaja membuat gara-gara" sahut orang itu. "Lain kali jangan berbuat begitu lagi ya, sayang?" polisi berkata dengan lemah lembut sambil membelai-belai rambut orang itu "kalau kamu nakal, nanti dicubit Ibu Guru."
Orang itu tertunduk lalu pergi sambil menangis tersedu-sedu karena ternyata tidak ditangkap.
Suatu hari seorang laki-laki ditangkap karena mencuri kambing. Maka si pencuri itu dihadapkan ke pengadilan.
"Kenapa kamu mencuri kambing?" hakim bertanya.
"Karena kambing itu jenggotnya mirip jenggot Kakek saya, Pak" sahut si pencuri "karena kebetulan saya nggak punya fotonya Kakek, maka saya mencuri kambing itu. Nggak apa-apa kan, Pak?"
"Ooo... nggak apa-apa, Pak" si pemilik kambing tertawa "malah lain kali kalau dia mencuri sapi saya karena Oom-nya mirip sapi, saya rela!"
Akhirnya sidang pengadilan itu selesai dengan damai.
Begitulah keadaan masyarakat di bawah pemerintahan Raja Hatsi. Semua persoalan dapat diselesaikan secara baik tanpa ada dendam atau sakit hati.
Suatu hari terdengar kabar bahwa pasukan musuh dari kerajaan lain hendak menyerang. Mendengar berita itu Raja Hatsi segera memerintahkan semua tentara dan rakyatnya bersiap-siap.
"Kalian semua harus bersiap-siap menyambut kedatangan musuh!" kata Raja.
"Maksud Tuanku kami harus berperang?" tanya Kepala Pasukan.
"Bukan!" sahut Raja Hatsi "kalian harus bersiap-siap menyediakan hidangan. Mereka kan datang dari jauh dan pasti perutnya lapar? Kasihan dong!"
Seluruh rakyat dan seisi istana sibuk. Mereka menyiapkan hidangan dan minuman lezat untuk menyambut musuh. Bahkan di halaman istana disediakan panggung untuk orkes dang-dut lengkap dengan hiasan yang meriah. Persis di depan pintu gerbang istana dipasang tulisan besar yang berbunyi : Selamat Datang Para Musuh Yang Budiman.
Ketika pasukan musuh datang dengan raja mereka, mereka terkejut karena mendapat sambutan yang ramah dari Raja Hatsi serta seluruh pasukannya dan juga seluruh rakyatnya. Bahkan mereka langsung dipersilahkan istirahat, makan minum dan menikmati hiburan orkes dang-dut.
"Silahkan kalian menikmati hidangan dan hiburan sepuasnya" kata Raja Hatsi "sebenarnya kalian kemari ada perlu apa?"
"Ah, enggak. Kami cuma main-main saja, kok!" sahut raja dari pasukan musuh itu sambil malu-malu "kami boleh sekalian numpang mandi nggak?"
"Oo... boleh saja" Raja Hatsi tertawa "mau sekalian ikut arisan di istana juga boleh!"
Peperangan besar antara dua negara yang seharusnya terjadi, berubah menjadi pesta penuh sukacita dalam ikatan persaudaraan karena sikap permusuhan dibalas dengan kebajikan dan kebencian dibalas dengan kasih.***
Subscribe to:
Posts (Atom)