Saturday, October 2, 2010

HAUS + KIKIR = JATUH

Pak Pel-Lit adalah orang yang sangat kikir. Suatu hari saat dia berjalan-jalan, dia merasa haus. Tapi dia tidak mau membeli minuman meskipun dia membawa uang yang cukup banyak. Maklum, dia adalah orang kaya.
Tapi panas matahari yang sangat terik membuat rasa hausnya tak tertahankan lagi. Akhirnya dia pergi mendekati penjual kelapa muda.
"Kelapa mudanya berapa harganya satu buah?" Pak Pel-Lit bertanya. "Rp. 5000, langsung dikupas, dimakan dan diminum airnya disini" jawab si penjual kelapa.
"Mahal sekali" Pak Pel-Lit bersungut-sungut "Rp. 200 saja, ya?"
"Berapa?" si penjual kelapa seakan tidak percaya.
"Boleh, tapi kulitnya saja."
"Menghina!" Pak Pel-Lit marah-marah "memangnya saya pemain kuda lumping disuruh makan kulit kelapa?"
"Memangnya saya jualan kelapa ini nggak pakai modal?" si penjual kelapa ikutan marah-marah "mana ada kelapa muda harganya Rp. 200?"
Sambil terus bersungut-sungut akhirnya Pak Pel-Lit meneruskan perjalanannya dengan menahan rasa haus. Tak lama kemudian dilihatnya seorang penjual buah semangka yang segar. Yang membuat Pak Pel-Lit tertarik, di situ ada tulisan "Gratis".
"Wah, ini baru kejutan" kata Pak Pel-Lit, dalam hati "orang ini pasti hatinya sangat mulia, soalnya semangka dagangannya boleh dimiliki orang lain secara gratis alias tidak perlu membayar."
"Semangkanya segar-segar, ya?" Pak Pel-Lit menyapa.
"O, iya. Ini buah semangka pilihan, Tuan" si penjual semangka tersenyum ramah "semangka ini didatangkan dari India, benihnya dibeli di Korea, menanamnya di Jepang, setelah dipetik lalu didinginkan di Tibet, dekat gunung Himalaya, kemudian dikemas di Belanda, terus dikirim ke sini."
"Ooo... begitu" Pak Pel-Lit mengangguk-angguk kagum.
"Silahkan pilih sendiri yang Tuan suka" penjual semangka itu berkata dengan ramah "Tuan boleh membawa berapa saja."
"Oh, saya terharu."
"Memang semua orang yang melihat semangka ini akan terharu, soalnya buah-buah ini sudah menempuh perjalanan sangat jauh."
"Saya bukan terharu karena perjalanan buah-buah ini" kata Pak Pel-Lit "tapi saya terharu karena buah-buah ini gratis."
"Memang gratis, Tuan."
"Jadi saya boleh  mengambil berapa saja tanpa membayar?"
 "Bukan begitu" sahut si penjual semangka "maksudnya gratis kalau hanya melihat-lihat dan memegang. Tapi kalau mau dibawa ya harus bayar. Tapi harganya murah, kok. Cuma Rp. 30000 sebuah."
"Rp. 30000?" Pak Pel-Lit terperanjat.
"Tapi ini semangka super."
"Super sih super. Tapi masak harganya satu buah Rp. 30.000?" Pak Pel-Lit ngomel "uang Rp. 30.000 itu kalau dibelikan kerupuk bisa dapat banyak."
"Ya sudah, khusus untuk Tuan saya jual murah. Cukup Rp. 29.900 saja."
"Enggak" Pak Pel-Lit menolak.
"Rp. 29.850 saja-lah! Kan murah?"
"Enggak"
"Rp. 29.800 ditambah bonus stiker."
"Enggak"
Si pedagang semangka itu akhirnya marah-marah karena Pak Pel-Lit terus pergi meneruskan dagangannya. Sementara itu hari semakin panas dan Pak Pel-Lit semakin kehausan. Akhirnya Pak Pel-Lit tidak sanggup berjalan lagi dan berteduh dibawah pohon rindang untuk melepaskan lelah.
Sambil duduk, Pak Pel-Lit mengeluarkan dompetnya yg tebal dan memeriksa isinya yg penuh sesak dengan lembaran ratus ribu rupiah.
"Hmm... uang ini sangat berarti bagiku" kata Pak Pel-Lit dalam hati "sayang kalau uang ini berkurang hanya untuk beli kelapa muda atau semangka."
Teng! Teng! Teng! Terdengar suara bel tukang penjual es pikulan.
Seorang penjual es tampak memikul dagangan es sirup, lalu ikut berteduh dibawah pohon rindang itu, persis di dekat Pak Pel-Lit.
Pak Pel-Lit menelan air liur saat mencium bau aroma es sirup yang segar itu.
"Es sirupnya segelas berapa, Bang?" Pak Pel-Lit bertanya.
"Rp. 500, Tuan. Mau beli segelas?"
"Enggak. Cuma tanya saja."
Es sirup begitu saja Rp. 500 segelas" kata Pak Pel-Lit dalam hati "lebih baik di rumah nanti aku membuat sendiri. Gratis lagi."
Karena merasa tergoda oleh bau aroma es sirup itu, maka Pak Pel-Lit kembali meneruskan perjalannya. Kali ini dia langsung menuju arah ke rumahnya. Supaya bisa sampai di rumah lebih dekat dan tidak perlu membayar ongkos kendaraan, Pak Pel-Lit sengaja memotong jalan terdekat lewat sebidang kebun kelapa.
Ketika Pak Pel-Lit melihat-lihat buah-buah kelapa muda di atas pohon, rasa hausnya timbul kembali.
"Tuan ingin kelapa muda?" tiba-tiba seorang laki-laki tua menyapa "kalau Tuan suka, silahkan mengambil sendiri. Gratis."
"Gratis?" Pak Pel-Lit tertarik.
"Iya. Gratis. Soalnya kebun kelapa ini milik saya." sahut orang tua itu.
Setelah mengucapkan terima kasih, Pak Pel-Lit mulai mencoba memanjat pohon kelapa. Sebenarnya dia tidak bisa memanjat. Tapi demi menghilangkan rasa haus tanpa membayar, dia terus berusaha memanjat. Sedikit demi sedikit, seperti anak kucing ikut lomba panjat pinang.
Tapi setelah mencapai ketinggian hampir setengah batang, kedua lutut Pak Pel-Lit mulai gemetar. Apalagi persis di atasnyadia melihat seekor tokek yang kepalanya menghadap ke arahnya sambil melotot.
"Hus, pergi! Pergi!" Pak Pel-Lit mengusir tokek itu. Tapi karena si tokek tidak mengerti bahasa manusia, maka binatang itu merasa tersinggung karena merasa ditantang. Tokek itu melompat ke arah Pak Pel-Lit. Pak Pel-Lit kaget dan jatuh.
Di rumah sakit, Pak Pel-Lit harus mengeluarkan biaya Rp. 5000.000 untuk biaya pengobatan, hanya karena tidak rela membayar Rp. 500 untuk segelas es sirup. ***

No comments:

Post a Comment