Friday, October 29, 2010

Pindi, Pini dan Pisi

Pak Moyan punya tiga orang anak laki-laki: Pindi, Pini dan Pisi yang ketiganya memiliki sifat yang bikin orang tuanya stress setiap hari. Pindi sifatnya pemalas, Pini pembohong dan Pisi terlalu lugu sekaligus tuli.
Kebetulan Pak Moyan memilikitoko kecil. Untuk menjaga toko tersebut Pak Moyan memberi tugas kepada ketiga anaknya secara bergiliran. Sedangkan Pak Moyan dan istrinya sibuk menerima pesanan kue, sebab kebetulan keduanya pintar bikin kue. Tapi nyatanya mereka selalu rugi.
"Aku heran..." kata Pak Moyan suatu hari "kita ini punya toko dan punya usaha bikin kue. Tapi kok kayaknya nggak pernah untung?"
"Saya sendiri juga heran, Mas..." sahut Bu Moy, sebutan untuk istrinya Pak Moyan "jangan-jangan keuntungan kita dicuri tuyul."
Mendengar istrinya berkata begitu, tiba-tiba Pak Moyan melompat dan bersembunyi di bawah meja dengan wajah pucat pasi, ketakutan.
"Kamu, kenapa Mas?" Bu Moy heran.
"Kamu jangan ngomong soal tuyul, dong! Aku kan jadi merinding?" sahut Pak Moyan "janji, jangan ngomong tuyul, ya?"
"Iya, saya janji" kata Bu Moy sambil mengangkat tangan kanan seperti pramuka yang mengucapkan sumpah setia.
"Begini saja, Bu..." kata Pak Moyan sambil merangkak keluar dari kolong meja "kita pura-pura pergi keluar kota, lalu kita berdua menyamar jadi orang lain untuk menyelidiki perilaku anak-anak kita. Siapa tahu mereka yang menyebabkan kita rugi selama ini."
"Saya setuju banget, Mas..." kata Bu Moy "kebetulan saya memang sudah lama curiga pada ketiga anak-anak kita itu."
Keesokan harinya Pak Moyan dan istrinya berpamit pada ketiga anaknya untuk keluar kota, padahal mereka sengaja menginap di rumah tetangga.
Malam harinya Pak Moyan dan istrinya pergi ke toko miliknya dengan menyamar. Pak Moyan mengenakan topi lebar dan kumis palsu sambil mengulum bola bekel di mulutnya, supaya suaranya sulit dikenali saat berbicara. Sedangkan Bu Moy mengenakan gaun sari seperti wanita India dengan gelang di hidung.
Ketika mereka memasuki toko, kebetulan yang giliran menjaga adalah Si Pindi. Tampak Pindi sedang duduk santai sambil membaca komik.
"Halo, saya turis" kata Pak Moyan dan istrinya.
"Halo juga" sahut Pindi tanpa menengok "mau beli apa?"
"Saya mau beli minyak rambut, bedak dan sendal jepit"
"Silahkan ambil sendiri dan uangnya taruh saja di meja" sahut Pindi.
"Harganya berapa?"
"Terserah" sahut Pindi dengan acuh sambil terus membaca komik.
Setelah meninggalkan toko, Pak Moyan berkata kepada istrinya "huh, pantas saja kita rugi. Si Pindi itu pemalas sekali. Dia tidak mau melayani dan juga tidak mau perduli soal harga."
"Pindi itu memang keterlaluan" Bu Moy ngomel "pantas kabarnya ada tetangga kita yang bilang bahwa harga di toko kita murah sekali, soalnya dia katanya pernah membeli beras setengah karung cuma membayar Rp. 5000.-"
Keesokkan harinya kembali Pak Moyan dan istrinya pergi ke toko miliknya, dan giliran yang menjaga toko adalah Si Pini.
"Mau beli apa?" Pini langsung mendatangi.
"Kami mau beli sembako" kata Bu Moy "apakah ini tokonya Pak Moyan?"
"Bukan. Ini toko milik saya" sahut Pini "Pak Moyan itu pelayan saya.
"Oo.. begitu" Bu Moy mengangguk-ngangguk, sementara Pak Moyan ingin sekali memukul hidung anaknya itu karena mengatakan dia adalah pelayannya.
"Apakah kalau saya membeli banyak, akan dapat potongan harga?"
"Bukan hanya potongan harga, tapi juga berhadiah" sahut Pini bersemangat "di toko saya ini kalau beli satu sabun mandi dapat hadiah sebuah TV. Kalau beli satu botol minyak angin dapat hadiah kulkas!"
"Wow bukan main..." Bu Moy berdecak pura-pura kagum walaupun ingin sekali dia menarik mulut anaknya yang pembohong itu "kalau saya beli peniti, hadiahnya apa?"
"Hadiahnya ikut tour ke Bali. Tapi ngumpulnya di Denpasar" kata Pini "tapi semua hadiahnya baru diantar lima tahun kemudian."
Setelah membeli sembako secukupnya, Pak Moyan dan istrinya meninggalkan toko tersebut dengan hati yang geram.
Keesokkan harinya Pak Moyan dan istrinya bersiap-siap untuk berbelanja lagi, dan mereka pasti akan bertemu Pisi.
"Nanti kita akan bertemu Pisi, Mas" kata Bu Moy "aku yakin anak kita Si Pisi ini lebih baik dari pada Si Pindi dan Si Pini, soalnya Pisi adalah anak yang lugu."
"Lugu apanya?" Pak Moyan menggerutu "masa mentang-mentang lugu, pernah digigit anjing diam saja?"
Dan memang benar, ketika mereka tiba di toko, tampak Pisi yang menjaga.
"Permisiiii, kami mau beliiii...." kata Pak Moyan.
"Apa?" Pisi bertanya.
"Saya dan istri saya mau beli."
"Kapan?"
"Kok kapan?" Pak Moyan jengkel "kami datang ke sini mau beliiiiii....!!"
"Banyak nyamuk?"
"Begitulah kalau anak lugu, Mas" Bu Moy berbisik pada suaminya.
"Itu bukan lugu, tapi kupingnya budek!" Pak Moyan marah-marah "pantas saja kita rugi. Punya anak laki-laki tiga orang, tapi tiga-tiganya nggak ada yang beres."
Sejak saat itu Pak Moyan tidak lagi mempercayakan tokonya kepada ketiga anaknya, tetapi dia dan istrinya sendiri yang mengurusnya. Sedangkan ketiga anaknya diberi tugas membuat dan menjual kue untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Kalau kuenya tidak enak dan tidak laku, berarti mereka sendiri yang rugi. Hanya cara itu yang membuat Pindi, Pini dan Pisi bisa menghargai jerih payah kedua orang tuanya. ***

Saturday, October 2, 2010

HAUS + KIKIR = JATUH

Pak Pel-Lit adalah orang yang sangat kikir. Suatu hari saat dia berjalan-jalan, dia merasa haus. Tapi dia tidak mau membeli minuman meskipun dia membawa uang yang cukup banyak. Maklum, dia adalah orang kaya.
Tapi panas matahari yang sangat terik membuat rasa hausnya tak tertahankan lagi. Akhirnya dia pergi mendekati penjual kelapa muda.
"Kelapa mudanya berapa harganya satu buah?" Pak Pel-Lit bertanya. "Rp. 5000, langsung dikupas, dimakan dan diminum airnya disini" jawab si penjual kelapa.
"Mahal sekali" Pak Pel-Lit bersungut-sungut "Rp. 200 saja, ya?"
"Berapa?" si penjual kelapa seakan tidak percaya.
"Boleh, tapi kulitnya saja."
"Menghina!" Pak Pel-Lit marah-marah "memangnya saya pemain kuda lumping disuruh makan kulit kelapa?"
"Memangnya saya jualan kelapa ini nggak pakai modal?" si penjual kelapa ikutan marah-marah "mana ada kelapa muda harganya Rp. 200?"
Sambil terus bersungut-sungut akhirnya Pak Pel-Lit meneruskan perjalanannya dengan menahan rasa haus. Tak lama kemudian dilihatnya seorang penjual buah semangka yang segar. Yang membuat Pak Pel-Lit tertarik, di situ ada tulisan "Gratis".
"Wah, ini baru kejutan" kata Pak Pel-Lit, dalam hati "orang ini pasti hatinya sangat mulia, soalnya semangka dagangannya boleh dimiliki orang lain secara gratis alias tidak perlu membayar."
"Semangkanya segar-segar, ya?" Pak Pel-Lit menyapa.
"O, iya. Ini buah semangka pilihan, Tuan" si penjual semangka tersenyum ramah "semangka ini didatangkan dari India, benihnya dibeli di Korea, menanamnya di Jepang, setelah dipetik lalu didinginkan di Tibet, dekat gunung Himalaya, kemudian dikemas di Belanda, terus dikirim ke sini."
"Ooo... begitu" Pak Pel-Lit mengangguk-angguk kagum.
"Silahkan pilih sendiri yang Tuan suka" penjual semangka itu berkata dengan ramah "Tuan boleh membawa berapa saja."
"Oh, saya terharu."
"Memang semua orang yang melihat semangka ini akan terharu, soalnya buah-buah ini sudah menempuh perjalanan sangat jauh."
"Saya bukan terharu karena perjalanan buah-buah ini" kata Pak Pel-Lit "tapi saya terharu karena buah-buah ini gratis."
"Memang gratis, Tuan."
"Jadi saya boleh  mengambil berapa saja tanpa membayar?"
 "Bukan begitu" sahut si penjual semangka "maksudnya gratis kalau hanya melihat-lihat dan memegang. Tapi kalau mau dibawa ya harus bayar. Tapi harganya murah, kok. Cuma Rp. 30000 sebuah."
"Rp. 30000?" Pak Pel-Lit terperanjat.
"Tapi ini semangka super."
"Super sih super. Tapi masak harganya satu buah Rp. 30.000?" Pak Pel-Lit ngomel "uang Rp. 30.000 itu kalau dibelikan kerupuk bisa dapat banyak."
"Ya sudah, khusus untuk Tuan saya jual murah. Cukup Rp. 29.900 saja."
"Enggak" Pak Pel-Lit menolak.
"Rp. 29.850 saja-lah! Kan murah?"
"Enggak"
"Rp. 29.800 ditambah bonus stiker."
"Enggak"
Si pedagang semangka itu akhirnya marah-marah karena Pak Pel-Lit terus pergi meneruskan dagangannya. Sementara itu hari semakin panas dan Pak Pel-Lit semakin kehausan. Akhirnya Pak Pel-Lit tidak sanggup berjalan lagi dan berteduh dibawah pohon rindang untuk melepaskan lelah.
Sambil duduk, Pak Pel-Lit mengeluarkan dompetnya yg tebal dan memeriksa isinya yg penuh sesak dengan lembaran ratus ribu rupiah.
"Hmm... uang ini sangat berarti bagiku" kata Pak Pel-Lit dalam hati "sayang kalau uang ini berkurang hanya untuk beli kelapa muda atau semangka."
Teng! Teng! Teng! Terdengar suara bel tukang penjual es pikulan.
Seorang penjual es tampak memikul dagangan es sirup, lalu ikut berteduh dibawah pohon rindang itu, persis di dekat Pak Pel-Lit.
Pak Pel-Lit menelan air liur saat mencium bau aroma es sirup yang segar itu.
"Es sirupnya segelas berapa, Bang?" Pak Pel-Lit bertanya.
"Rp. 500, Tuan. Mau beli segelas?"
"Enggak. Cuma tanya saja."
Es sirup begitu saja Rp. 500 segelas" kata Pak Pel-Lit dalam hati "lebih baik di rumah nanti aku membuat sendiri. Gratis lagi."
Karena merasa tergoda oleh bau aroma es sirup itu, maka Pak Pel-Lit kembali meneruskan perjalannya. Kali ini dia langsung menuju arah ke rumahnya. Supaya bisa sampai di rumah lebih dekat dan tidak perlu membayar ongkos kendaraan, Pak Pel-Lit sengaja memotong jalan terdekat lewat sebidang kebun kelapa.
Ketika Pak Pel-Lit melihat-lihat buah-buah kelapa muda di atas pohon, rasa hausnya timbul kembali.
"Tuan ingin kelapa muda?" tiba-tiba seorang laki-laki tua menyapa "kalau Tuan suka, silahkan mengambil sendiri. Gratis."
"Gratis?" Pak Pel-Lit tertarik.
"Iya. Gratis. Soalnya kebun kelapa ini milik saya." sahut orang tua itu.
Setelah mengucapkan terima kasih, Pak Pel-Lit mulai mencoba memanjat pohon kelapa. Sebenarnya dia tidak bisa memanjat. Tapi demi menghilangkan rasa haus tanpa membayar, dia terus berusaha memanjat. Sedikit demi sedikit, seperti anak kucing ikut lomba panjat pinang.
Tapi setelah mencapai ketinggian hampir setengah batang, kedua lutut Pak Pel-Lit mulai gemetar. Apalagi persis di atasnyadia melihat seekor tokek yang kepalanya menghadap ke arahnya sambil melotot.
"Hus, pergi! Pergi!" Pak Pel-Lit mengusir tokek itu. Tapi karena si tokek tidak mengerti bahasa manusia, maka binatang itu merasa tersinggung karena merasa ditantang. Tokek itu melompat ke arah Pak Pel-Lit. Pak Pel-Lit kaget dan jatuh.
Di rumah sakit, Pak Pel-Lit harus mengeluarkan biaya Rp. 5000.000 untuk biaya pengobatan, hanya karena tidak rela membayar Rp. 500 untuk segelas es sirup. ***

Sunday, March 21, 2010

Tiga Pemburu Macan

Seekor macan yang kelaparan turun dari gunung untuk mencari mangsa. Karena semua binatang seperti kijang, babi, kelinci, ayam hutan, dan yang lainnya sudah habis dimakannya, maka macan itu turun dari gunung untuk mencari binatang buruan yang lain.
Tentu saja penduduk desa yang terletak di kaki gunung jadi ketakutan. Apalagi macan itu sering mencuri ternak milik penduduk untuk dibuat sarapan. Belum lagi makan siang dan makan malam bahkan kadang-kadang pakai cuci mulut segala.
Pernah suatu hari macan itu mencuri seekor kambing untuk makan malam, lalu kembali lagi mencuri ayam untuk cuci mulut.
"Wah, kalau begini terus-menerus, ternak kita bisa habis!" kata seorang penduduk "masa kambing saya ada lima ekor sekarang tinggal dua ekor?"
"Itu masih lumayan" kata temannya "saya tadinya punya kambing cuma satu ekor, sekarang tinggal ekornya saja!"
"Sapi saya ada seekor, sekarang tinggal separoh!"
"Ayam saya cuma dua ekor, sekarang habis semua" ucap penduduk yang lain "padahal saya mau masak soto ayam? Jadinya gagal!"
"Tapi kuda saya kok nggak dimakan?" ucap salah seorang penduduk yang pekerjaannya sebagai anggota kuda lumping "padahal dua ekor kuda itu saya gantung di dinding. Tapi aman-aman saja, tuh!"
"Iyalah! Kudamu itu kan kuda lumping?!!" penduduk yang lainnya melotot.
"Pokoknya hal ini harus kita laporkan kepada Raja!" mereka ramai-ramai berseru. Pada keesokkan harinya mereka berbondong-bondong menuju istana sambil membawa slogan-slogan yang berisi berbagai tulisan. Ada tulisan yang bertuliskan "Kami Menolak Macan!", "Gantung Si Macan!", "Jangan Macan-Macan Sama Saya!", "Macan, No! Harimau, Yes!", "Macan Harus Diganti Nama Menjadi Micin!", "Ayo Kita Main Macan-Macanan!" dan lain sebagainya.
Akhirnya Raja mengumumkan sayembara bahwa siapa saja yang bisa membunuh macan itu akan diberi hadiah sekantong emas. Tapi tidak ada yang berani, karena macan itu terkenal ganas sekali.
Akhirnya datanglah tiga orang pemburu untuk mendaftarkan diri mengikuti sayembara. Dua orang diantaranya bersenjata golok, yang seorang lain bersenjata tombak.
"Kalian bertiga sanggup membunuh macan itu?" Raja bertanya.
"Sanggup, Tuanku" sahut mereka "macannya berapa ekor?"
"Satu ekor"
"Yaaa... kok cuma satu ekor?" kata salah seorang dari mereka "kalau cuma satu ekor, saya tidak perlu pakai golok, tapi cukup pakai peniti saja!"
"Macannya cuma satu ekor?" kata temannya "bisa minta tambah lagi, nggak?"
"Macan cuma satu ekor saja kok ribut?" ucap yang seorang lagi "biar nanti saya yang menangkapnya untuk mainan anak saya!"
Lalu dengan sikap yang gagah ketiga orang pemburu itu menuju hutan di kaki gunung tempat macan itu berada.
Tetapi belum sampai mereka tiba di hutan yang dituju, mendadak macan itu muncul sambil meraung memperlihatkan taringnya yang tajam.
Ketiga pemburu itu terkejut dan ketakutan. Dua orang diantaranya menghunus golok tapi hanya diacung-acungkan saja. Sedangkan pemburu yang membawa tombak tidak bisa menggunakan tombaknya karena kedua tangannya menggigil.
"Toloooong, ada macaaaaaan...!!!" mereka menjerit ketakutan.
Macan itu mulai merendahkan tubuhnya sambil menggeram, kemudian tiba-tiba melompat menerkam. Ketiga pemburu itu makin menjerit-jerit.
Tetapi mendadak macan itu tersentak di udara lalu jatuh terbanting ke atas tanah, ketika sebatang anak panah menyambar dan tertanam di antara kedua matanya. Macan ganas itu mati seketika.
Lalu muncullah seorang lelaki tua membawa busur. Ternyata dialah yang telah membunuh macan itu.
"Terima kasih, Pak! Bapak telah menyelamatkan kami!" kata salah seorang pemburu itu "tapi tolong jangan bilang-bilang sama Raja, ya!"
"Katakan saja kami yang membunuh macan itu" kata temannya.
"Nanti hadiahnya kita bagi dua" sahut yang lain "Bapak setuju?"
"Tidak!" sahut orang tua itu "aku justru akan menghukum kalian, karena kalian bertiga adalah pembohong". Orang tua itu lalu membuka topi dan pakaiannya dan tampaklah baju kebesaran seorang raja.
"Tuanku!!" ketiga pemburu itu kaget sekali, karena orang tua itu tak lain adalah raja mereka sendiri.
"Tuanku menyamar kok nggak bilang-bilang sih?"
"Lain kali kalau menyamar, ngomong dulu, dong!"
"Kalau begini kan kami jadinya malu?"
Tanpa ampun ketiga orang pemburu gadungan itu dihukum oleh raja dengan memasukkan mereka bertiga ke dalam kandang macan, tapi macannya sudah tua sekali dan tidak punya kuku dan gigi lagi.
Setiap hari mereka menjerit-jerit kegelian ketika macan tua itu menangkap mereka lalu mereka dijilati dan dihisap seperti es krim.
"Toloooong...!!" mereka menjerit-jerit "lebih baik kami dimakan macan sungguhan biar cepat mati! Kalau dijilat-jilat dan diisap-isap begini, habisnya kapan?"
Tapi hukuman itu harus tetap dilaksanakan. ***

Saturday, March 20, 2010

SI JAMBUL DAN SI CHARLES

Mang Bo'ir bangga sekali. Untuk yang kesekian kalinya, ayam jantan aduannya yang bernama Si Jambul, menang lagi. Pokoknya dalam setiap pertandingan adu ayam, Si Jambul selalu tampil sebagai pemenang.
"Ayam siapa dulu, dong!" Mang Bo'ir menepuk dada.
"Mang Bo'ir, bagaimana sih rahasianya supaya ayam jantan bisa jadi ayam jagoan?" salah seorang tetangganya bertanya "soalnya saya punya ayam kalau diadu selalu kalah!".
"Oo... itu memang sulit" kata Mang Bo'ir "ayam milikmu itu memang keturunan ayam kampung. Beda dengan Si Jambul, ayam saya!".
Si Jambul, ayam milik Mang Bo'ir memang tampaknya bukan ayam sembarangan. Badannya tinggi tegap, bulu-bulunya berwarna merah, pial dan gelambirnya juga berwarna merah. Sepasang kakinya kekar dengan dilengkapi taji yang runcing yang bisa melukai musuhnya.
Suatu hari kampung tempat tinggal Mang Bo'ir dikejutkan oleh beberapa orang tamu yang datang dari kampung seberang. Orang-orang itu masing-masing membawa ayam jantan aduannya. Mereka dipimpin oleh seorang laki-laki juara adu ayam bernama Pak Koli.
"Halo, saudara-saudara!" kata Pak Koli "kami datang ke kampung ini untuk menantang adu ayam. Kalau ayam kami menang,  kami akan memotong semua ayam jago di kampung ini untuk digoreng. Tetapi kalau ayam kami kalah, kami akan memberi hadiah uang tunai seratus juta, ditambah bonus stiker dan penggaris. Siapa yang berani?"
"Saya berani!" Mang Bo'ir mengangkat tangan "pokoknya ingat perjanjian, ya! Kalau ayam kalian kalah, kalian akan membayar uang seratus juta dengan ditambah bonus stiker dan penggaris!"
"Benar" Pak Koli tersenyum " tapi kalau ayam kalian kalah, maka ayam kalian akan dipotong dan digoreng!". "Boleh!" sahut Mang Bo'ir "tapi menggorenggnya harus pakai kecap, ya! Soalnya saya suka banget sama ayam goreng bumbu kecap!". Akhirnya ditentukan waktunya untuk adu ayam, yaitu pada hari Minggu siang bertempat di gedung 'Aduhai' yaitu singkatan Arena Adu Heboh Ayam Internasional. Menjelang hari pertandingan banyak wartawan berdatangan untuk mewawancarai Mang Bo'ir sebagai juara bertahan. "Mang Bo'ir, apakah Anda yakin ayam Anda akan menang?" tanya seorang wartawan dari majalah "Kukuruyuk". "Yakin banget!" kata Mang Bo'ir "soalnya ayam jago saya tidak pernah kalah. Ayam jago saya itu bukan keturunan ayam biasa".
"Ayam jago Anda keturunan apa?"
"Ayam jago saya itu neneknya adalah burung rajawali, kakeknya ayam bangkok, bapaknya ayam kalkun, dan ibunya asli ayam hutan" sahut Mang Bo'ir.
"Menurut Anda, pertarungan adu ayam ini sampai berapa ronde?"
"Si Jambul, ayam saya itu, biasanya sudah bisa melumpuhkan lawannya dalam waktu tiga sampai empat ronde".
Akhirnya waktu yang ditentukan tiba.
Pada hari minggu siang itu, pertandingan adu ayam pun dimulai. Ayam-ayam aduan dari kelompok Mang Bo'ir dan kelompok Pak Koli mulai diadu satu persatu. Para penonton bersorak-sorak memberi semangat kepada ayam-ayam yang bertarung.
Ayam Mang Bo'ir yang bernama Si Jambul dan ayam Pak Koli yang bernama Si Charles berhasil mengalahkan semua lawan-lawannya. Akhirnya kedua ayam jago itu memasuki babak final.
"Saudara-saudara semua!" ketua panitia berpidato "Sejauh ini kedudukan masih seri. Kelompok ayam Mang Bo'ir dan kelompok ayam Pak Koli ternyata memiliki nilai yang sama. Sekarang tibalah saatnya pertandingan penentuan atau final antara Si Jambul dan Si Charles!"
"Horeeeeeee...!!!" para penonton bersorak riuh rendah.
Mang Bo'ir tersenyum karena yakin Si Jambul akan menang. Soalnya sehari sebelum pertandingan, Si Jambul sudah diberi minum jamu pegal linu, jamu beras kencur dan jamu ginseng. Pak Koli juga tersenyum sebab dia yakin ayamnya, Si Charles, akan menang. Soalnya Si Charles juga sudah diberi minum jamu tolak angin, jamu salah urat dan jamu anti jerawat.
Teng! Lonceng ronde pertama sudah dibunyikan.
Si Jambul dan Si Charles saling berhadapan dengan bulu-bulu leher yang berdiri tegak menandakan siap bertarung.
"Ayo, Jambul! Jangan mau kalah! Hajar dia pakai hook kiri!" Mang Bo'ir berseru memberi semangat kepada ayam jagonya.
"Jangan takut, Charles!" Pak Koli juga memberi semangat kepada ayam jagonya "Jatuhkan dia pakai swing kanan!"
"Polisiiii...!!!" tiba-tiba para penonton berteriak dan berlarian.
Mang Bo'ir dan Pak Koli kaget karena tiba-tiba tempat itu sudah dikepung polisi. Akhirnya Mang Bo'ir dan Pak Koli ditangkap dengan tuduhan telah melanggar hukum MATBKPATE (Mengadu Ayam Tanpa Belas Kasihan Padahal Ayamnya Tidak Berdosa).
Beberapa hari kemudian Mang Bo'ir dan Pak Koli hanya bisa termenung sedih sambil meringkuk didalam sel tahanan. Mereka telah menerima ganjaran atas perbuatan mereka. ***